24 December 2007

Museum Otista, Sebuah Mimpi

Oleh : MAMAT SASMITA

BUKU Max Havelaar yang ditulis Multatuli atau Eduard Douwes Dekker, menempati peringkat ketiga sebagai buku terbaik, hasil jajak pendapat pada Pekan Buku 2007, yang diselenggarakan di negeri Belanda. Hal ini menarik karena buku tersebut ditulis lebih dari 150 tahun yang lalu dan meyangkut negeri jajahan, yaitu Hindia Belanda, yang kemudian menjadi Indonesia. Buku ini berkisah tentang penguasa yang korup, baik yang kulit putih maupun yang cokelat.
Diketahui pula apa latar belakang di balik pertentangan antara Asisten Residen Lebak, Douwes Dekker dan atasannya, Residen Brest van Kempen dan Gubernur Jenderal Daymaer van Twist. Begitu juga gugatan Douwes Dekker terhadap Bupati Lebak Karta Nata Negara yang dituduhnya memeras dan menindas rakyat.
Ternyata, di Amsterdam Belanda, ada Museum Multatuli (http://www.multatuli-museum.nl), yang mengabadikan bermacam buku, brosur termasuk artikel dan foto, berkenaan dengan Multatuli. Artefak lainnya seperti kursi, lemari, dan benda lain yang pernah dipakai Multatuli, juga ada di dalamnya.
Di Bandung, seperti ditulis dalam situs pemerintahan kota Bandung (http://www.bandung.go.id), terdapat tujuh museum, yaitu Museum Konferensi Asia Afrika, Barli, Geologi, Mandala Wangsit Siliwangi, Pos Indonesia, Sribaduga, dan Zoologi. Bercermin kepada Museum Multatuli, tampaknya di Bandung juga perlu ada museum yang secara khusus menampilkan pikiran-pikiran, sikap, dan pendapat tokoh yang dianggap mewakili baik secara lokal maupun nasional. Ada banyak tokoh yang perlu dipertimbangkan, salah satunya adalah nama Oto Iskandar di Nata (Otista).
Akan tetapi, intinya bukan memilih nama tokoh, melainkan tempat untuk menampung dokumentasi secara keseluruhan dan utuh dari tokoh-tokoh tersebut. Tempat tersebut bisa disebut museum. Karena berbentuk museum, tujuan keberadaannya tidak lepas dari tujuan pendidikan. Merujuk kepada ICOM (International Council of Museeum/Organisasi Permuseuman Internasional di bawah Unesco), makna museum adalah "sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan pengembangannya, terbuka untuk umum, yang memperoleh, merawat, menghubungkan, dan memamerkan, untuk tujuan-tujuan studi, pendidikan dan kesenangan, barang-barang pembuktian manusia dan lingkungannya".
Otista adalah seorang pahlawan nasional karena perjuangannya sebelum dan selama masa revolusi merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Keberaniannya saat berpidato di depan sidang Volksraad, kritikannya yang pedas dan suaranya yang lantang, membuatnya dijuluki Si Jalak Harupat, yaitu ayam jago yang keras dan tajam kalau menghantam lawan, kencang dalam berkokok dan selalu menang kalau diadu.
Otista pernah menjadi wakil ketua Boedi Oetomo Cabang Bandung, Ketua Paguyuban Pasundan (PP), anggota BPUPKI, PPKI, lalu Menteri Negara pada kabinet RI pertama, dan lain-lain. Saat menjadi ketua PP, organisasi ini mencapai zaman keemasan. Pekik "Indonesia Merdeka" yang selanjutnya menjadi pekik "Merdeka" adalah sumbangsih Otista yang lain dalam memperkokoh perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Pikiran-pikiran "kasundaan" yang dikedepankan Otista tidak diartikulasikan secara sempit sebagai etnosentris, tetapi untuk membangun keindonesiaan.
Oleh karena itu, apabila ada pemikiran untuk membuat Museum Otista, bukanlah hal yang berlebihan. Diyakini banyak dokumen menyangkut Otista yang masih berceceran. Mungkin masih tersimpan di tengah keluarga, perorangan, ataupun berbagai perpustakaan di dalam dan luar negeri. Dihimpunnya semua dokumen meliputi pikiran, pendapat, dan sikap Otista, akan lebih memudahkan terutama apabila ada yang berminat untuk meneliti. Di samping itu, Museum Otista bisa pula menampung dokumen mengenai pikiran, sikap, dan pendapat setiap tokoh lain yang ada di Jawa Barat.

Dukungan Kusnet

Memang, membuat sebuah museum bukanlah perkara mudah. Setidaknya, itulah pendapat dari beberapa orang, ketika gagasan ini dilemparkan melalui milis (mailing list) Urang Sunda (http://groups.yahoo.com/group/urangsunda) atau biasa disebut Kusnet (Komunitas Urang Sunda di Internet).
Ada yang mendukung, asal dipikirkan pula pemeliharaan dan upaya penambahan koleksi. Ada juga yang mengusulkan untuk memanfaatkan tempat yang sudah ada, seperti di salah satu ruang di Museum Perjuangan Rakyat Jawa Barat. Ada yang berpendapat agar museum dibangun tidak di pinggir kota yang akan sepi pengunjung, tetapi di tempat strategis sehingga bisa menjadi salah satu ikon Kota Bandung. Ada pula yang keberatan dengan gagasan itu karena mempertimbangkan sebagian besar warga belum menjadi masyarakat literasi dan koleksi terbanyak dari museum yang diimpikan itu akan berupa dokumen tertulis.
Menimbang hal ini, apabila dilihat secara kasat mata, museum tersebut belum tentu menarik sebagai objek visual. Walaupun demikian, ada juga yang bersikeras mengusulkan agar dibangun karena menganggap generasi muda Sunda sudah kehilangan idola. Dengan adanya museum Otista diharapkan dapat mencuatkan kembali sosok ideal yang pantas diteladani, setidaknya ada tempat untuk mendalami pemikiran dan ketokohannya.
Dari tempat yang khusus seperti inilah sosialisasi mengenai sang tokoh dapat dirancang secara lebih khusus pula. Misalnya dalam kegiatan "mimitran" Daya Mahasiswa Sunda (Damas), mengenal tokoh Sunda dapat dijadikan salah satu materi utama. Peserta dibebaskan memilih tokoh pilihannya, yang penting mereka secara utuh memahami seorang tokoh. Materi ini tidak akan sulit kalau museum yang dimaksud sudah tersedia. Dengan demikian, keberadaan museum ini juga akan ikut menempatkan tokoh seperti Otista secara lebih terhormat. Sebab, ada kekhawatiran karena masih banyak aspek hidup Otista yang "gelap", sosok ini juga akan dimitoskan, sebagaimana tokoh Sunda yang lain.
Sebagai moderator Kusnet, penulis menyimpulkan bahwa pada dasarnya banyak yang setuju jika dibangun sebuah museum untuk mengabadikan perjuangan Otista. Seperti pendapat salah seorang anggota Kusnet, setidaknya dengan adanya museum itu, jika mendengar nama Otista yang terbayang bukan lagi sebuah jalan macet dan semrawut penuh pedagang kaki lima, melainkan museum yang dibangun dengan konsep arsitektur Sunda. Sebuah bangunan yang akan menjadi ikon baru untuk warga kota kembang.
Memang, semua itu baru sebatas mimpi. Siapa yang paling berkewajiban membangun museum itu? Sudah barang tentu siapa saja yang merasa cinta kepada keluhuran Sunda. Yang jelas, Otista sudah banyak berjasa untuk Sunda, tumpukan dokumen tentang dirinya masih bisa ditemukan, minat pada kesundaan saat ini sedang meningkat, dan orang-orang Sunda yang berkecukupan secara ekonomi banyak jumlahnya. Apa sulitnya merealisasikan mimpi punya museum Otista? Semoga akan terwujud. ***


MAMAT SASMITA
Pegiat Rumah Baca Buku Sunda dan Moderator 2 Kusnet.
(Dimuat di PR Suplemen TEROPONG Senin 24 Desember 2007)

27 comments:

Anonymous said...

http://markonzo.edu Technologies list, ashley furniture price [url=http://jguru.com/guru/viewbio.jsp?EID=1536072]ashley furniture price[/url], qgpndrg, allegiant air verdict [url=http://jguru.com/guru/viewbio.jsp?EID=1536075]allegiant air verdict[/url], gypgdji, pressure washers info [url=http://jguru.com/guru/viewbio.jsp?EID=1536078]pressure washers info[/url], xypkcyy, dishnetwork blog [url=http://jguru.com/guru/viewbio.jsp?EID=1536080]dishnetwork blog[/url], mgfqqpr, adt security preview [url=http://jguru.com/guru/viewbio.jsp?EID=1536076]adt security preview[/url], 1855,

Anonymous said...

Well done is well-advised b wealthier than extravagantly said.

Anonymous said...

Artistically done is richer reconsider than spectacularly said.

Anonymous said...

Artistically done is better than well said.

Anonymous said...

Well done is well-advised b wealthier than well said.

Anonymous said...

Splendidly done is better than extravagantly said.

Anonymous said...

Splendidly done is richer reconsider than well said.

Anonymous said...

A humankind who dares to waste anyone hour of one of these days has not discovered the value of life.

[url=http://ecotect.com/user/10378]Jenna[/url]


Marry

Anonymous said...

A humankind begins icy his discernment teeth the initially often he bites on holiday more than he can chew.

Anonymous said...

To be a upright lenient being is to have a amiable of openness to the in the seventh heaven, an gift to trust aleatory things beyond your own manage, that can govern you to be shattered in very exceptional circumstances on which you were not to blame. That says something remarkably weighty with the get of the honest passion: that it is based on a trustworthiness in the uncertain and on a willingness to be exposed; it's based on being more like a weed than like a treasure, something somewhat fragile, but whose very special attraction is inseparable from that fragility.

Anonymous said...

To be a upright lenient being is to have a philanthropic of openness to the in the seventh heaven, an gift to group unsure things beyond your own manage, that can front you to be shattered in hugely exceptionally circumstances pro which you were not to blame. That says something uncommonly outstanding with the get of the principled compulsion: that it is based on a trustworthiness in the unpredictable and on a willingness to be exposed; it's based on being more like a plant than like a treasure, something rather tenuous, but whose acutely special beauty is inseparable from that fragility.

Anonymous said...

Work out ferments the humors, casts them into their right channels, throws substandard redundancies, and helps nature in those confidential distributions, without which the body cannot subsist in its vigor, nor the soul role of with cheerfulness.

Anonymous said...

To be a adroit lenient being is to from a amiable of openness to the mankind, an cleverness to trust aleatory things beyond your own manage, that can govern you to be shattered in uncommonly outermost circumstances for which you were not to blame. That says something uncommonly impressive with the prerequisite of the ethical life: that it is based on a conviction in the uncertain and on a willingness to be exposed; it's based on being more like a plant than like a jewel, something somewhat dainty, but whose extremely particular beauty is inseparable from that fragility.

Anonymous said...

In every tom's sustenance, at some pass‚, our inner fire goes out. It is then burst into flame at near an contend with with another magnanimous being. We should all be indebted recompense those people who rekindle the inner inspiration

Anonymous said...

I don't like the durable of all those lists he's making - it's like prepossessing too innumerable notes at seminary; you sensible of you've achieved something when you haven't.

Anonymous said...

In every tom's existence, at some occasion, our inner fire goes out. It is then bust into enthusiasm at near an face with another human being. We should all be thankful recompense those people who rekindle the inner inclination

Anonymous said...

In harry's existence, at some occasion, our inner throw goes out. It is then bust into passion at near an encounter with another benign being. We should all be under obligation for the duration of those people who rekindle the inner inclination

Anonymous said...

In everyone's time, at some occasion, our inner pep goes out. It is then bust into zeal beside an encounter with another benign being. We should all be glad for the duration of those people who rekindle the inner inspiration

Anonymous said...

In everyone's life, at some occasion, our inner throw goes out. It is then burst into passion at near an be faced with with another human being. We should all be under obligation for the duration of those people who rekindle the inner inspiration

Anonymous said...

In the whole world's sustenance, at some dated, our inner pep goes out. It is then blow up into flame at near an encounter with another benign being. We should all be under obligation quest of those people who rekindle the inner spirit

Anonymous said...

In the whole world's life, at some pass‚, our inner foment goes out. It is then bust into zeal at hand an face with another benign being. We should all be glad quest of those people who rekindle the inner inclination

Anonymous said...

In every tom's sustenance, at some occasion, our inner foment goes out. It is then bust into flame at hand an face with another human being. We should all be glad for the duration of those people who rekindle the inner transport

Anonymous said...

In every tom's time, at some dated, our inner throw goes out. It is then burst into flame by an be faced with with another magnanimous being. We should all be thankful recompense those people who rekindle the inner inspiration

Anonymous said...

In harry's time, at some time, our inner foment goes out. It is then blow up into flame at near an encounter with another human being. We should all be indebted quest of those people who rekindle the inner inspiration

Anonymous said...

In everyone's life, at some time, our inner throw goes out. It is then blow up into passion at near an contend with with another hominoid being. We should all be thankful recompense those people who rekindle the inner inspiration

Anonymous said...

Sildenafil citrate, sold as Viagra, Revatio and beneath a variety of other patrons names, is a antidepressant familiar to handling of erectile dysfunction and pulmonary arterial hypertension (PAH). It was developed and is being marketed past the pharmaceutical company Pfizer. It acts by inhibiting cGMP associated with phosphodiesterase variety 5, an enzyme that regulates blood stream in the penis. Since becoming convenient in 1998, sildenafil has been the prime treatment an eye to erectile dysfunction; its fundamental competitors on the supermarket are tadalafil (Cialis) and vardenafil (Levitra).

Anonymous said...

Sildenafil citrate, sold as Viagra, Revatio and beneath various other have dealings names, is a antidepressant utilized to premium erectile dysfunction and pulmonary arterial hypertension (PAH). It was developed and is being marketed by the pharmaceutical body Pfizer. It acts nigh inhibiting cGMP specific phosphodiesterase type 5, an enzyme that regulates blood flow in the penis. Since enhancing available in 1998, sildenafil has been the prime treatment recompense erectile dysfunction; its outstanding competitors on the supermarket are tadalafil (Cialis) and vardenafil (Levitra).