Kota Bandung mempunyai moto: bermartabat, atau bersih, makmur, taat, dan bersahabat. Moto ini sekaligus dijadikan sebagai visi-misi Kota Bandung. Moto sebelumnya adalah Bandung atlas atau aman, tertib, lancar, dan sehat. Setelah Bandung atlas, moto itu berubah lagi menjadi Bandung berhiber alias bersih, hijau, dan berbunga. Kemudian Bandung genah merenah tumaninah, dan sekarang bermartabat itu.
Kalau itu disebut sebagai moto Kota Bandung, mungkin ada benarnya walaupun Kota Bandung sendiri telah mempunyai moto: gemah ripah wibawa mukti. Kata-kata ini telah terpampang pada lambang Kota Bandung sejak tahun 1953. Menurut situs http://www. bandung.go.id, arti gemah ripah wibawa mukti adalah tanah subur rakyat makmur.
Bandung atlas diperkenalkan oleh Ateng Wahyudi, Wali Kota Bandung periode 1983-1993. Bandung berhiber diperkenalkan Wali Kota Bandung Wahyu Hamidjaja periode 1993-1998. Bandung genah merenah tumaninah diperkenalkan Wali Kota Bandung AA Tarmana periode 1998-2003. Dada Rosada, Wali Kota saat ini, memperkenalkan Bandung bermartabat.
Dari sekian moto yang ada hampir tidak satu pun yang diambil dari kata kerja. Kita ambil contoh kata martabat yang adalah kata benda (nomina). Kata martabat mendapat awalan ber menjadi bermartabat, artinya mempunyai martabat. Bermartabat, yang menjadi moto Kota Bandung, ternyata singkatan dari bersih, makmur, taat, dan bersahabat. Bersih adalah kata sifat (adjektiva); makmur (kata sifat); taat (kata sifat); bersahabat berasal dari kata dasar sahabat yang adalah kata benda (nomina). Begitu juga kata aman, tertib, lancar, dan sehat (atlas) adalah kata sifat.
Kata sifat adalah kata atau gabungan kata yang dipakai untuk memberikan penjelasan terhadap nomina atau verba. Jika dia berdiri sendiri, artinya hanyalah kata itu sendiri. Tentang kata sifat ini, pujangga Perancis, Voltaire, mengatakan, kata sifat adalah musuh bebuyutan kata benda. Seorang pengarang mengatakan, kita harus senantiasa merasa gagal ketika menggunakan kata keterangan (adverb) atau kata sifat ketika tak bisa menemukan kata kerja yang benar atau kata benda yang benar.
Malah ada yang ekstrem mengatakan, setiap kata sifat sering kali digunakan pihak penguasa untuk membatasi pelaksanaan demokrasi sebagaimana mestinya sehingga demokrasi kehilangan fungsi dalam aktualisasi kehidupan suatu sistem politik di suatu bangsa dan negara. Penguasa di beberapa negara otoriter bahkan sering kali bersembunyi di balik kata-kata sifat itu untuk mengebiri demokrasi dan tegaknya kedaulatan rakyat.
Etos kerja lemah
Kata moto, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, artinya kalimat atau frase atau kata yang digunakan sebagai semboyan, pedoman, atau prinsip. Lahirnya sebuah semboyan atau moto sebuah kota tentunya hasil perenungan yang disesuaikan dengan pemahaman akan segala aspek yang melingkupinya, termasuk aspek budaya dan pandangan hidup masyarakatnya. Karena Kota Bandung adalah ibu kota Tatar Sunda, sudah tentu pandangan hidup yang melatarbelakangi lahirnya semboyan Kota Bandung tidak akan jauh dari pandangan hidup orang Sunda.
Sebagai tujuan yang ideal, betapa sempurnanya pandangan hidup orang Sunda. Hal ini bisa dibaca dalam buku Pandangan Hidup Orang Sunda seperti Tercermin dalam Tradisi Lisan dan Sastra Sunda (P dan K, 1987), hasil penelitian Prof Suwarsih Warnaen dan kawan-kawan.
Sayang etos kerja orang Sunda, menurut Herman Suwandi melalui penelitiannya, sangat lemah (makalah berjudul "Etos Kerja Orang Sunda" dalam buku Prosiding Konferensi Internasional Budaya Sunda Jilid 2, Penerbit Kiblat 2006).
Kelemahan tersebut meliputi (1) tidak ada orientasi ke depan. Umumnya orang Sunda cuek tentang hari esok. (2) Tidak ada growth philosophy atau keyakinan bahwa hari esok dapat dibuat lebih baik daripada hari ini. (3) Cepat menyerah. Dengan kata lain orang Sunda bersifat tidak ulet atau cengeng. (4) Berpaling ke akhirat. Sifat cepat menyerah berkaitan dengan berpaling ke akhirat karena bila tidak sukses di dunia, orang Sunda menghibur diri dengan harapan bahwa bila di dunia kehabisan, nanti di akhirat akan memperoleh. (5). Lamban. Dalam dunia bisnis lamban memberikan respons bila ada kesempatan.
Bertolak belakang
Pandangan hidup dan etos kerja seperti diuraikan di atas mempunyai kutub yang hampir bertolak belakang. Satu kutub pandangan hidup orang Sunda demikian ideal dan kutub yang lain, yaitu etos kerja orang Sunda, demikian terpuruk. Seharusnya pandangan hidup dan etos kerja berjalan beriringan. Mungkin salah satu penyebab etos kerja orang Sunda demikian lemah adalah karena terlalu mengandalkan kata sifat atau kata benda.
Kata sekolah atau kampus ketika dianggap sebagai nomina, itu hanya menunjukkan sebuah benda, baik berupa bangunan yang ada ruang kelas maupun tanah lapang. Lain halnya apabila kata sekolah atau kampus dianggap sebagai verba (kata kerja). Di sana ada proses; ada pekerjaan yang harus dilakukan, yaitu menerima ilmu dan memberi ilmu.
Sama halnya dengan kata wali kota atau bupati atau gubernur, bila dianggap sebagai nomina, itulah akhir dari sebuah perburuan. Di sana berhenti setelah ada kekuasaan yang digenggam. Sebaliknya bila dianggap verba, dari situlah titik awal melaksanakan sebuah gagasan; sebuah harapan yang berproses terus-menerus sesuai dengan dinamika masyarakat.
Namun, tokoh-tokoh manusia Sunda yang dapat dijadikan acuan mempunyai etos kerja yang tinggi dapat ditemukan dalam buku Manusia Sunda (Ajip Rosidi, Idayu Inti Press, 1985).
Tema memperingati Hari Kemerdekaan RI tahun ini di antaranya adalah menyangkut etos kerja. Kalau memang benar bahwa etos kerja orang Sunda lemah, seperti hasil penelitian Prof Herman Suwandi, kita akui saja bahwa itu benar demikian adanya. Hal itu kemudian dijadikan titik awal untuk memperbaiki diri. Bukankah apabila kita telah mengetahui kelemahan diri akan lebih mudah untuk memperbaikinya.
Itulah hasil membaca orang Sunda dari tiga buku ditambah banner di pinggir jalan. Bobot pangayon timbang taraju mangga nyanggakeun.
MAMAT SASMITA
Sugeng tetepungan kang! abdi tos baca artikelna ti Kompas! Verry Good!
ReplyDeleteMatur nuwun Kang....!
ReplyDelete