05 June 2007

HASIL WAWANCARA 6

Kamus Basa Sunda-Inggris Terbitan 1862 pun Ada...

SING sasaha wae anu geus manggih karaharjaan tapi nineung ka basa Sunda, cingcirining eta jalma alus pisan (Barangsiapa yang sudah menemukan kesuksesan namun merindukan bahasa Sunda, itu adalah ciri-ciri orang baik). Hal itu, disebut sebagai getih gaib oleh pemilik Rumah Baca Buku Sunda jeung Sajabana, Mamat Sasmita, di rumahnya sekaligus rumah baca di Jln. Margawangi VII No. 5 Margacinta, Kota Bandung.

MAMAT Sasmita (55), pemilik "Rumah Buku Basa Sunda jeung Sajabana". Niatnya melestarikan bahasa Sunda memotivasinya untuk membuka perpustakaan bahasa Sunda di rumahnya di Kompleks Margawangi, Kota Bandung.*LINA NURSANTY/"PR"

Mamat menaruh hormat pada orang Sunda yang telah meraih sukses namun tidak lupa kepada Bahasa Sunda. Selama apa pun seseorang tidak bersentuhan dengan Bahasa Sunda, jika sudah memiliki getih gaib, suatu saat ia pasti akan mencari lagi buku-buku Bahasa Sunda untuk pengobat rindu.

Selama ditugaskan berpindah-pindah di berbagai pulau di Indonesia, kerinduan pria kelahiran 15 Mei 1951 ini, terhadap Bahasa Sunda kian dalam. Dan, setelah koleksinya mencapai sekira 4.500 buku, tiga tahun lalu, ia mempersilakan masyarakat umum untuk ikut menimba ilmu dari buku-buku yang dimilikinya. Ruang tamu berukuran sekira 4 x 3 m2 disulap perpustakaan yang dipadati ribuan buku yang tertata rapi di dalam lemari.

Dari ribuan koleksinya, yang paling kuno dan dijaga ketat adalah Buku Kamus Basa Sunda-Inggris yang disusun Jonathan Rigg dan diterbitkan Batavia Lange & Co tahun 1862. Kamus cetakan asli itu ia peroleh dari kios buku loak di Pasar Suci, Bandung. Koleksi lainnya yang cukup unik adalah Atlas Hindia-Nederland dalam Basa Sunda karangan J. Van Reijen cetakan kedua tahun 1932. Selain itu, pria yang Juni mendatang memasuki usia pensiun dari Telkom itu memiliki seri cerita rakyat yang ditulis J.J. Ochse terbitan Volkslectuur tahun 1927 dan 1931.

Meski ditujukan bagi kaum muda, rumah baca yang dikelolanya ini agak jarang dikunjungi generasi muda. ”Kebanyakan anak usia sekolah atau anak kuliahan ke sini kalau ada tugas dari guru atau dosennya,” ujar Mamat.

Hal itu menimbulkan keprihatinan dalam benak Mamat. Namun, ia tetap optimisitis. ”Pada tahun 1950-an, orang tua mengkhawatirkan Bahasa Sunda akan punah pada 2000. Tapi kenyataannya tidak,” katanya. (Lina Nursanty/”PR”)

PR Senin, 15 Januari 2007 ( http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/012007/15/0207.htm )

No comments:

Post a Comment