Pada tahun enampuluhan atau pada tahun tujuhpuluhan penulis sering melihat ada upacara nujuh bulan, yaitu




Kata bedog sering diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai golok, padahal kata golok sendiri itu adalah bahasa Sunda sebagai buktinya kata golok itu ada pada naskah kuno Sunda Sanghyang Siksakandang Karesian (1518). Disebutkan golok adalah senjatanya para raja. Apabila mengacu kepada Kamus Basa Sunda Danadibrata (2006) arti bedog adala


Untuk mendapatkan sebauh bedog yang lengkap dengan perah dan sarangkanya, biasanya memaluli beberapa tahapan produksi. Yang paling utama adalah panday (orang yang mempunyai keahlian mengolah besi) dan maranggi (orang yang mempunyai keahlian mengukir pada media kayu atau media lain). Ada istilah lain yang berkaitan dengan pembuatan bedog. Seperti gosali adalah tempat untuk bekerjanya panday, lambusan adalah alat untuk meniup bara api pada gosali menyerupai kantong udara terbuat dari kulit kambing, ububan adalah alat memompakan udara terbuat dari batang pohon pinang yang telah dilubangi. Piruruhan adalah dapur tempat bara api untuk membakar besi. Paron adalah landasan besi yang cukup besar dan berat, gunanya untuk tempat memukul membentuk besi yang telah dibakar pada piruruhan. Antara panday dan maranggi merupakan profesi yang berbeda, apabila bilah bedog telah selesai dikerjakan oleh panday maka akan dibawa ke maranggi untuk diberi perah dan sarangka, nah bentuk perah dan sarangka berikut hiasannya itu semua dikerjakan oleh maranggi.
Sentra produksi bedog di Jawa Barat cukup banyak, hampir di setiap tempat ada, beberapa diantaranya yaitu di Galonggong Manonjaya Tasikmalaya, Pasir Jambu di Ciwidey Bandung, Cibatu Cisaat Tasikmalaya dan Tanjungsiang di Subang yang terkenal dengan bedog barlen. Sedangkan di Banten yang terkenal produk bedognya adalah daerah Ciomas.
Keindahan sebuah bedog ditentukan oleh pengerjaan mulai dari bilah bedognya, perah sampai sarangka. Secara garis besar ada tiga kelas bedog, yaitu obregan, alus dan istimewa. Obregan biasa juga disebut kodian, kelas ini sangat kurang dalam hal pekerjaan detil, tidak halus dan ada kesan asal jadi, lebih mementingkan kuantitas dibanding kualitas. Kelas yang disebut alus biasanya lebih halus dalam detil dan mementingkan kualitas dibanding kuantitas sedangkan kelas istimewa adalah yang dikerjakan berdasarkan pesanan, tentunya dikerjakan sangat hati-hati dan halus baik bilah maupun perah, sarangka dan ornamennya.
Motif atau Pola Ragam Hias.
Ditemuka

Sisi lain

Selanjutnya pola ragam hias cacag buah, sebetulnya ini adalah bentuk motif belah ketupat yang disambung-sambung. Pola ini untuk sementara hanya dijumpai di daerah Ciwidey. Penempatan pola ini pada perah dan sarangka, ada juga secara mandiri pada simeut meuting. Kata buah untuk orang Sunda berarti (buah) mangga, yang terasa unik mengapa bentuk belah ketupat yang disambung-sambung tersebut disebut cacag buah. Biasanya kata cacag lebih dilekatkan dengan kata nangka seperti babasan atau peribahasa pendek yang berbunyi cacag nangkaeun yang berarti memotong motong sesuatu tanpa beraturan dan sekenanya. Mungkin pemberian nama cacag buah ini lebih condong kepada peniruan bentuk menyajikan buah mangga yang telah dikupas dan dipotong-potong untuk dimakan. Beberapa sumber yang ditanya tidak bisa memberikan makna simbolik dari bentuk hiasan ini, ini murni hanya hiasan tidak ada makna simbolik lainnya.
Bentuk lain adalah motif melingkar (meander) atau secara tradisional suka disebut cacing meulit atau apabila digambar lebih tebal akan nampak seperti daun pakis yang masih muda, yang ujungnya masih melingkar. Apabila dirangkai akan nampak seperti suluran atau suka disebut kangkungan (seperti tumbuhan kangkung). Didalam kepercayaan lama, suluran atau kangkungan ini melambangkan tumbuhan diatas air yang berarti kesucian tiada bedanya dengan teratai atau lotus. Disamping motif melingkar ada lagi motif lengkung yang dirangkai menjadi seperti gelombang atau secara tradisional disebut ombak, hanya sayang tidak ditemukan sumber yang bisa memberikan makna simboliknya. Penempatan motif ini pada perah dan sarangka, kadang terasa dominan karena ragam hias ini hampir ada di setiap perah maupun sarangka.
Sedangkan khusus pada bedog barlen, hiasan pada perah dan sarangka lebih dominan berupa tambahan material lain terutama logam dari aluminium yang dibuat sedemikian rupa. Seperti pada sarangka hiasan tersebut merupakan belitan logam yang berfungsi selain hiasan juga sebagai simpay atau pengikat dan hiasan lain berbetuk titik serupa paku yang disusun teratur. Walaupun demikian pada perah bedog barlen hiasan beubeut nyere atau sogokan masih nampak.
Bentuk Perah
Bermacam-macam bentuk perah bedog, bentuk ini tentunya mempunyai nilai estetik disamping dip

Bentuk lain ada yang meniru burung, harimau, singa, monyet, naga, buaya dan lain-lain. Yang aga


Menurut Haji Aas As’ari, pengrajin bedog dari Cibatu Cisaat Sukabumi, pada dasarnya perah bedog berbentuk jengkol sagendul atau bentuk golong tambang, ini mempunyai arti bahwa hidup itu harus menunduk tiada bedanya dengan ilmu padi, s

Sarangka dan Simeut Meuting.
Bentuk sarangka pada dasarnya mengikuti bentuk bilah bedog, karena fungsinya adalah sebagai wadah supaya bedog terasa aman ketika dibawa, dan supaya tidak mengesankan ngabar-ngabar bedog, membawa bedog dengan sembarangan. Pola ragam hias sarangka bedog hampir sama dengan pola ragam hias pada perah bedog. Karena sarangka lebih lebar dibanding perah dan lebih datar, sepertinya maranggi lebih bebas berekspresi, sehingga hasilnya nampak lebih tegas. Tetapi dalam b







Benda Budaya.
Bedog merupakan benda budaya warisan karuhun yang patut dihargai, hasil dari perenungan ide yang mengalir menjadi sebuah bentuk bernilai seni, filosofi dan teknologi, disitu ada unsur simbolis yang bisa dikuak, disamping sebagai benda pajangan. Dan itupun bisa menjadi bahan penelitian, menjadi objek keilmuan dan kebudayaan. Mungkin disana bisa dilacak tapak karuhun dalam mengarungi kearifan lokal, bukankah seperti dikatakan oleh Jakob Sumardjo (Khazanah Pantun Sunda, 2006) bahwa alam pikiran yang mengendap menjadi pengetahuan nilai-nilai sekarang bukan hanya terdiri dari perolehan pengetahuan nilai sekarang, melainkan juga dari masa lampau masyarakatnya. Nilai-nilai arkeologis ini ia peroleh melalui tradisi masyarakatnya. Bobot pangayon timbang taraju, mangga nyanggakeun.
Mamat Sasmita
Penggiat Rumah Baca Buku Sunda
(Dimuat didalam Majalah Bapeda Jawa Barat Volume 13 No.3 Juli-September 2008)
Penggiat Rumah Baca Buku Sunda
(Dimuat didalam Majalah Bapeda Jawa Barat Volume 13 No.3 Juli-September 2008)